Gerbangrakyat.com – Wakil Bupati Nunukan, Hanafiah, menyoroti tantangan utama yang dihadapi di Pulau Sebatik, yaitu akses logistik yang mempengaruhi harga produk-produk Indonesia di wilayah tersebut. Dalam sebuah pernyataan, Hanafiah menekankan bahwa kondisi ini merupakan pekerjaan rumah besar yang harus dihadapi, karena harga produk Indonesia di Pulau Sebatik cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan Malaysia.

“Sebenarnya kalau saja dari dalam negara atau Indonesia membantu mengatasi persoalan sembako dan lain-lain, dalam jumlah cukup, tentu kan orang tidak punya pilihan. Tetapi apabila hal ini tidak bisa terpenuhi, tentu kan jalan keluarnya cari ke tempat lain. Ini kan teori mudah sebenarnya. Hukum ekonomi. Ya masyarakat tidak dapat kita salahkan karena memang butuh pada saat itu dan harus cepat. Yang namanya sembako kan tidak dapat ditunda-tunda,” ungkap Hanafiah.

Dia menegaskan perlunya upaya untuk memastikan bahwa kebutuhan pokok dan sembako dapat terpenuhi dari dalam negeri sendiri, dengan harapan dapat menjaga agar harga sembako menjadi lebih terjangkau dan kompetitif.

Sementara itu, di lapangan, situasi ini terlihat tercermin dalam pengalaman sehari-hari pedagang seperti Muliyati, yang memiliki warung di Pulau Sebatik. Meskipun merupakan warga negara Indonesia, Muliyati memilih untuk membuka warung makan di wilayah perbatasan dengan Malaysia, sehingga sebagian besar produk yang dijualnya berasal dari Malaysia.

“Dua-duanya saya pakai buat belanja (ringgit dan rupiah). Kalau di toko di sana, Sungai Nyamuk, 100% rupiah. Cuma di sini aja, yang perbatasan (pakai ringgit juga),” jelas Muliyati.

Di sisi lain, harga sembako dari Malaysia terbukti lebih murah dibandingkan dengan produk serupa dari Indonesia. Muliyati mengungkapkan bahwa harga beras Malaysia dapat berada jauh di bawah harga beras Indonesia, sehingga banyak masyarakat lebih memilih produk Malaysia meskipun Pulau Sebatik terletak di wilayah Indonesia.

Kondisi serupa juga terjadi di toko kelontong yang dikelola oleh Nila di Pulau Sebatik. Meskipun berjarak tidak terlalu jauh dari perbatasan, transaksi menggunakan ringgit masih umum terjadi karena preferensi masyarakat terhadap produk sembako Malaysia yang lebih murah.

“Semua toko hampir semua, rata-rata toko juga jualan produk Malaysia kayak minyak makan, kan ada lebih murah di sana. Di sana cuma Rp 16 ribu. Sedangkan barang Indonesia kurang lebih Rp 20 ribu. Bedanya lumayan jauh,” ujar Nila.

Meskipun demikian, para pedagang seperti Nila tetap menekankan bahwa meskipun produk Malaysia lebih laku dijual karena harganya yang lebih murah, rasa cinta terhadap produk lokal Indonesia tetap ada di hati mereka.

Sumber : Detik

Share: