Gerbangrakyat.com – Isue tentang pemberian dana dari APBD P Pacitan tahun anggaran 2024 kepada sejumlah ratusan aparat penegak hukum, menjadi bola liar. Sebagaimana diberitakan sejumlah media, 177 bintara desa dan 177 bhayangkara desa direncanakan mendapat kucuran dana dari APBD Perubahan sebesar 265 juta. Dari angka itu, masing-masing personil mendapat 750.000 rupiah.

Kepala Badan Kesbangpolinmas, Munirul yang dimintai klarifikasi tentang hal ini melalui akun WA menjawab singkat, “Siyuap, masih di luar ndan.”


Terlebih, pencairan insentif menjelang pilkada serentak itu pun tak ayal mengundang kontroversi. Reaksi keras juga muncul dari team Advokasi Ronny Wahyu Amanah (RAMAH) yang menengarai beberapa regulasi terindikasi kuat diilanggar oleh Pemerintah Kabupaten Pacitan.

Dana Insentif 265 Juta APBD Pacitan Kepada Para Bintara dan Bhayangkara Desa digugat Tim Advokasi RAMAH1

Muzayin yang juga Dewan Kehormatan Advokat itu menduga, setidaknya ada 3 hal yang di langgar: 1. Gratifikasi (penerima) tidak melapor ke KPK terhitung 30 hari jam kerja.

  1. Besaran insentif tidak boleh lebih 200k, per pemberian berbasis kinerja atau prestasi kerja dan tidak lebih dari 1 juta setahun terhadap struktur instansi OPD
  2. Pemberi nya masuk kategori suap, karena yang diberi dimaksud “untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu”.

Untuk itu dirinya sedang berupaya menempuh jalur hukum, “Saya akan konsultasi ke KPK, terkait masalah ini, biar instusi KPK yg akan mengklarifikasi terkait pemberian hadiah berupa uang kepada PNS dan Institusi yg lain, dari mana sumber dananya, jg bagaimana prosedurnya, karena saya yakin semua pengeluaran dana yang bersumber dari APBD, harus melalui aturan hukum yg sdh ada.”

Secara lebih luas, sebagaimana diatur dalam UU no 20 tahun 2021, perihal gratifikasi di atur dengan beberapa ayat dan pasal terkait, antara lain:

  1. Pasal 12B ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya”.
  2. Pasal 12C ayat (1) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK”.
  3. Pasal 12C ayat (2) UU No.31/1999 jo UU No. 20/2001, berbunyi ” Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima”.
  4. Pasal 16, 17, 18 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  5. PMK Nomor 7/PMK.09/2017 tentang Pedoman Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Keuangan.

Sanksi Gratifikasi

Pasal 12 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 menyebut penerima gratifikasi dapat dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Share: